Wednesday, February 4, 2009

Suka Duka Menjadi Seorang Planner

Sebagai seorang planner yang telah bekerja puluhan tahun, Anda tentu memiliki segudang pengalaman. Bisa diceritakan seperti apakah itu?

Sebenarnya seorang planner, posisinya sama dengan profesi yang terkait dengan bidang jasa lainnya, misalnya seorang polisi. Ia tidak akan dicari keberadaannya, kalau tidak muncul permasalahan. Kalau kondisi lingkungan kita aman saja, tidak ada maling atau lalu lintas lancar alias tidak macet, tentu kita tidak perlu mencari polisi. Tapi sebaliknya, kalau hal itu terjadi, orang akan langsung mencari-cari, mana sih polisinya? Demikian juga halnya dengan planner, misalnya saat kondisi lalu lintas berjalan lancar dan nyaman, orang tidak akan bertanya-tanya mengapa hal itu bisa terjadi. Paling-paling yang ditanya siapa ya yang membangun? Tapi kalau muncul masalah seperti banjir atau jalan tersendat, baru muncul seabrek pertanyaan; Bagaimana sih dulu merencanakannya, apa perencananya tidak menghitung perkiraan ke depan, dll

Dalam aplikasinya, kerap kali ditemui bahwa suatu perencanaan itu dengan pelaksanaannya tidak berjalan seiring. Bagaimana menurut pendapat Anda?

Sejalan dengan sifatnya, perencanaan pada hakekatnya dapat dikerjakan seorang diri. Meskipun untuk planner, khususnya urban planner, biasanya dikerjakan secara tim, karena melibatkan berbagai aspek dalam perancangannya. Jamak diketahui, realisasi suatu perencanaan itu tentunya tidak dapat dikerjakan secara sendiri. Banyak pihak yang terlibat di sini, seperti policy maker, anggaran, kontraktor, pengawas, dll. Kondisi lapangan terbaru pada saat rancangan akan dilaksanakan pembangunannya pun, sering kali berubah, tidak sepadan dibanding pada saat perencanaan disusun.



Di satu sisi, karena perencanaan itu bisa juga dilakukan sendiri, menyebabkan orang atau individu merasa “saya juga bisa merencanakan.” Ini kemudian bisa menjadi persoalan karena pada hakekatnya perencanaan itu bagaimanapun tetap melibatkan banyak komponen. Dan dalam aplikasi perencanan dan pelaksanaannya itu, semestinya terintegrasi dengan apa yang sudah jadi pedoman atau garis besar rancangan awal. Karena bila tidak akan berakibat pada output yang dihasilkan oleh suatu perencanaan yang dibuat secara menyeluruh. Semua orang kan mengerti, setiap individu itu jelas membawa atau memiliki interest atau kepentingan yang berbeda-beda.



Itu intinya berarti perencanaan itu harus dilakukan secara tim dan saling berintegrasi?

Dengan sifatnya sebagai tim, sesungguhnya para planner itu tengah menjalankan amanah orang, dari berbagai disiplin ilmu dan profesi. Sebagai contoh, untuk menyusun rencana suatu kota, harus melalui kajian dalam bentuk seminar terbuka. Ini dilakukan untuk menampung aspirasi semua golongan masyarakat, yang semuanya akan dituangkan secara garis besar dalam kegiatan perkotaan atau urban activities berupa wisma (perumahan), karya (pekerjaan dan tempat kerja), marga (transportasi), suka (rekreasi/olah raga). Kadang-kadang, meskipun secara kaidah sudah terdapat dalam salah satu pertimbangan kegiatan tersebut di atas, sebagian perencanaan menambah dengan ‘penyempurna,’ yakni fasilitas umum, sosial, kesehatan, perekonomian, dll. Semua kegiatan itu disinkronisasikan dalam bentuk dan struktur ruang kota yang satu dengan lainnya saling ketergantungan dan saling mempengaruhi. Sehingga apabila terjadi perubahan, di satu sisi akan berdampak kepada sisi yang lain.


Bisa diberikan contoh seperti apa itu riilnya?


Misalnya ya peningkatan jumlah penduduk yang membutuhkan perumahan, akan meningkatkan kebutuhan jaringan jalan dan kebutuhan ruang untuk tempat mereka bekerja. Contoh lain yang sedikit ekstrim adalah merubah peruntukan ruang dengan satu kegiatan, misalnya untuk komersial. Ini sudah tentu akan meningkatkan daya tarik traffic dari dan ke tempat tersebut.



Akibatnya, ya tentunya harus mengubah rencana sirkulasi/jaringan jalan yang disusun terdahulu. Secara ilustratif sederhana bisa diambil contoh pada rencana sirkulasi lalu lintas di sekitaran Batam Center. Sebenarnya, sesuai rencana, di areal itu menggunakan sistim parkir umum atau public parking.



Tetapi karena rencana awal tidak diikuti secara benar dan konsisten, mengakibatkan sejumlah ruas jalan di sana, seperti di depan Gedung Kantor Pos terasa sempit lantaran para pengguna jalan memakirkan kendaraannya di sepanjang jalan tersebut.

Berkaca pada kondisi tersebut, sudah tentu ini mengakibatkan posisi planner itu dilematis?

Memang pemahaman perubahan yang saling kait mengkait itu merupakan kesulitan tersendiri bagi para planner, terutama dalam hal memberi argumen serta keyakinan kepada policy maker maupun pelaku pembangunan lainnya. Sehingga harus diakui kalau ‘nasib’ planner sering berhadapan dengan kondisi dilematis. Kesannya, yang sering muncul di benak kedua pihak tersebut, planner itu kaku dan tidak fleksibel.

Pada dasarnya, fungsi suatu ruang itu bukan tidak bisa tidak diubah mengikuti atau sesuai kebutuhan dan perkembangan. Tapi memang harus dilakukan kajian secara menyeluruh serta perubahan lainnya juga dilaksanakan pembangunannya, secara periodik. Kemudian, harus dilakukan evaluasi paling lama lima tahun sekali, untuk menyesuaikan kembali ke arah goal yang semula disusun dalam master plan.

Dalam perencanan satu wilayah, kerap didengar istilah social lag dan physical lag, bisa dijelaskan?

Memang dalam pembangunan satu kota atau wilayah harus ada perencanaan matang yang melibatkan seluruh komponen atau public participant. Itu mutlak, karena bila tidak, akan muncul apa yang disebut social lag serta physical lag. Social lag itu adalah kondisi di mana masyarakat tidak mampu bergerak atau berpacu dengan perkembangan modernitas. Contoh kecilnya, sebagian besar masyarakat tidak bisa memanfaatkan serta menjaga keindahan sebuah taman kota yang memang sudah didisain dan dibangun dengan konsep keindahan dan kenyamanan tinggi, dengan membuang sampah sembarangan, mencorat-coret serta merusak fasilitas taman yang tersedia. Sebaliknya, phiysical lag itu lebih condong pada kondisi di mana suatu wilayah atau kota, tidak mampu berdiri dan tumbuh, terutama secara phisik, mengimbangi perkembangan mobilitas masyarakatnya. Contoh mudahnya adalah ketiadaan sarana transportasi kota yang memadai. Masyarakat terpaksa mengandalkan bis kota yang sudah usang dan tidak laik jalan untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Ditambah lagi kondisi jalan yang rusak, sempit dan kemacetan di sana-sini.

Social lag dan physical lag itu pada dasarnya dapat dihindari atau paling tidak diminimalisasi apabila semua komponen, baik itu pemerintah maupun masyarakat memiliki visi bersama yang diformulasikan dalam bentuk rencana tata kota yang terintegrasi. Di mana, kedua belah pihak saling melengkapi dan mendukung serta konsisten menjalankan apa-apa yang sudah menjadi kesepakatan bersama tersebut.

Menurut Anda, bagaimana idealnya hubungan antara policy (decision maker) dengan para planner?

Begini, kita boleh belajar dari Mayors Institute on City Design (MICD) yang dibentuk di Amerika Serikat pada 23 Oktober 1986. Institut ini beranggotakan para arsitek dan perancang kota seluruh Amerika Serikat dalam membangun kota masing-masing. Pembentukan MICD sebenarnya berawal dari pemikiran pendirinya, Wali Kota Charleston Joseph P Riley Jr, bahwa seorang wali kota sebenarnya adalah kepala perancang kotanya sendiri. Memang, dalam aplikasinya, walikota harus didampingi oleh tim perancang kota dan tim ekonomi yang dapat memberi arahan dan strategi dalam pengembangan kota. Proses pendampingan dapat juga dilakukan melalui institusi akademik, konsultan perancang kota, atau melalui arsitek lokal dengan melalui riset terlebih dulu. Kalau ini dapat diaplikasikan di Indonesia, sudah tentu para planner dapat tersenyum lega. Karena di sinilah sebenarnya letak bagaimana seorang planner itu bisa merasakan suka dan bangga dalam menjalani profesinya.

Sejak kuliah, Anda bercita-cita menjadi seperti Kenzo Tangge yang dikenal berhasil menyusun Plan of Tokyo?

Ya memang begitu. Sejak dulu saya selalu bercita-cita dan berazam menjadi seperti Kenzo Tangge yang sudah terbukti mampu menyusun Plan of Tokyo dengan sempurna. Tapi jangankan menyamai Kenzo Tangge, menyusun Joki Plan of Batam saja, agaknya sudah jadi sesuatu yang amat sulit direalisasikan..ha..ha..

1 comment:

  1. Salam kenal pa joki..
    Wahh pa,,sepertinya bapak sudah banyak makan asam garam di dunia planneryah..
    Saya sebagai bayi yang baru lahir di dunia planner justru skr mlh bingung untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan bidang saya pa,,hmmm apakah memang planner sudah tidak dibutuhkan lagi..?
    Who knows..

    ReplyDelete